Motivasi tak akan pernah membantu siapa pun...
Motivasi tak akan pernah membantu. Ok. Mungkin iya. Namun sedikit.Saya pernah membacanya. Beruntung, saya tak pernah membeli bukunya. Karena semua itu hanyalah bullshit dari orang yang tak pernah menyelesaikan apa yang saya lakukan.
Buku motivasi berbicara bullshit. Kata-kata bijak di internet berbicara bullshit. Artikel psikologi tentang kesuksesan berbicara bullshit. Pemikiran-pemikiran orang “sukses” tentang kehidupan kita adalah bullshit.
Karena buku motivasi tak pernah sesuai dengan keadaan yang kita alami sekarang. Karena kata-kata bijak di internet hanya karangan yang bahkan pengarangnya tak pernah mengalaminya sendiri. Karena artikel psikologi tak pernah menaikkan orang dari “bawah” sampai ke “atas”. Karena pemikiran-pemikiran orang “sukses” sama sekali berbeda dengan kehidupan kita sekarang...
Saya tak berbicara bahwa kita harus menolak mentah-mentah motivasi dan membuang semua buku motivasi yang kita beli. Tidak. Saya juga tak berbicara bahwa kita harus putus asa. Saya juga tak berbicara soal Mario Teguh dan kata-katanya. Atau motivator lain. Atau apa pun.
Saya hanya berbicara yang real. Saya berbicara apa yang nyata di sini. Saya memang bukan orang “sukses” sekarang. Saya bukan orang terkenal. Namun setidaknya saya ikut mengingatkan diri saya sendiri...
...bahwa kehidupan saya selalu lebih rumit daripada kata-kata.
Hidup memang jauh lebih rumit dari kata-kata. Ketika ada yang berbicara soal masa depan, saya dengan polosnya membayangkan hidup saya berada di rumah besar, punya mobil mewah, setiap bulan pergi jalan-jalan ke luar negeri.
Namun semua itu hanyalah bullshit!
Itu tak masalah siapa yang mengatakannya. Tak masalah siapa yang menjadi motivator. Yang perlu dipermasalahkan adalah imajinasi kita yang liar. Yang selalu jauh dari kenyataan. Ketika harapan tak sampai, saya merasa dunia ini sudah terbalik.
Jujur. Saya adalah seorang imajinator. Imajinator yang polos. Yang melihat kemungkinan sebagai sesuatu yang nyata. Padahal kemungkinan tetaplah kemungkinan. Peluang tetaplah peluang. Saya lupa, dunia jauh lebih rumit. Lebih konyol. Lebih aneh. Lebih dari apa pun...
Jika sobat adalah orang yang ikut “sistem” – punya orang tua berkecukupan, dan sudah tahu apa yang sobat inginkan untuk dicapai di masa depan, lalu kuliah, kemudian sukses seperti yang diinginkan, maka tampaknya apa yang saya tulis di artikel ini akan sia-sia...
Karena saya menentang nasib. Karena saya menentang apa yang ditakdirkan. Karena saya ingin berhenti meninggikan orang lain hanya karena jabatan. Hanya karena luas tanahnya. Hanya karena ia seorang karyawan yang bekerja di luar negeri...
Karena itulah, saya berusaha sekarang. Saya tak punya “sistem”. Karena itulah saya berusaha menciptakan “sistem” itu sendirian. Tentu saja butuh bantuan dari orang lain. Namun kebanyakan saya sendiri yang melakukan...
Semua itu terlepas dari motivasi. Terlepas dari buku yang saya baca. Heck, saya tak pernah membeli buku, satu pun, kecuali satu novel yang saya tak terlalu tertarik. Terlepas dari “sistem” yang dibawa dari lahir.
Semua kenyataan ini cukup saya terima. Saya mungkin menuntut hidup saya berlebihan. Tuntutan itulah yang membuat hidup menjadi lebih rumit, namun kadang itulah yang membuatnya menjadi jauh lebih baik. Terlepas dari “sistem”.
Ketika kenyataan ini diterima, hidup menjadi lebih sederhana, meski masih ada tuntutan harus lebih dari ini/lebih dari itu. Selama tuntutan itu dianggap ilusi, maka hidup meningkat dari saat ke saat tanpa membuat kita napas setengah-setengah. Karena tuntutan hidup ikut menjadi lebih sederhana.
kondisi finansial. Tanpa menyalahkan... apa pun.
Ketika kenyataan ini diterima tanpa pelototi sebab dan akibat.
Ketika kenyataan ini diterima tanpa rasa sesal atau cemas.
Ketika kenyataan diterima apa adanya, di sini dan saat ini, maka semua menjadi jernih.
Semua masalah akan terlihat sangat jernih. Semua keinginan terlihat sangat jernih. Seperti air terjun. Ia mengalir, dan jatuh begitu saja. Maka kehidupan pun terasa lebih jernih. Ternyata hidup tak serumit itu...
Hidup memang sederhana. Cukup seperti itu. Itulah hidup.
Cukup terima, kemudian lepaskan. Meningkatkan kualitas hidup atau tidak hanya soal pilihan. Ketika memilih, maka terima kerja kerasnya. Terima rasa sakitnya ketika gagal. Terima semuanya. Kemudian lepaskan.
Itulah hidup.
Ketika kenyataan ini diterima tanpa pelototi sebab dan akibat.
Ketika kenyataan ini diterima tanpa rasa sesal atau cemas.
Ketika kenyataan diterima apa adanya, di sini dan saat ini, maka semua menjadi jernih.
Semua masalah akan terlihat sangat jernih. Semua keinginan terlihat sangat jernih. Seperti air terjun. Ia mengalir, dan jatuh begitu saja. Maka kehidupan pun terasa lebih jernih. Ternyata hidup tak serumit itu...
Hidup memang sederhana. Cukup seperti itu. Itulah hidup.
Cukup terima, kemudian lepaskan. Meningkatkan kualitas hidup atau tidak hanya soal pilihan. Ketika memilih, maka terima kerja kerasnya. Terima rasa sakitnya ketika gagal. Terima semuanya. Kemudian lepaskan.
Itulah hidup.
Comments
Post a Comment